Kamis, 10 Maret 2011

Urgensi Tasawuf Bagi Para Da’i

Bahwa segala yang telah kita pahami pada pembahasan kali ini adalah penting kiranya seorang da’i menjadi dasar yang kuat bekal bagi seorang da’i, karena dengan tasawuf kita akan mencapai hakikat. Sebagaimana yang terdapat di dalam Tasawuf yaitu mewujudkan Akhlak yang luhur bagi seorang da’i. Sebagaimana akhlak rasulullah.
1.      Kepribadian Nabi Muhammad sebagai Uswah bagi semua Da’i.
Muhammad Rasulallah adalah teladan bagi ummat manusia dan itu dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Sekurang-kurangnya Allah menyebutkan kata uswatun itu sebanyak tiga dalam Al-Qur’an, yaitu QS Al-Ahzab ayat 21 dan QS Al-Mumtahanah ayat 4 dan 6. Keteladanan beliau dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam dakwahnya. Dalam dakwah, Nabi Muhammad Saw lebih mengedepankan dakwah bil hikmah atau contoh yang baik yang direalisasikan dalam kepribadian yang baik (akhlak karimah). Kekuatan kepribadian mulia beliau mampu menarik simpati masyarakat sehingga peluang untuk diterimanya dakwah beliau oleh masyarakat sangatlah besar.
Kita ingat bagaimana Rasulullah Saw tidak marah saat seorang kaum musyrik meludahi beliau setiap pergi ke masjid. Suatu hari, ketika Rasulullah Saw pergi ke masjid, beliau merasakan keanehan karena orang yang setiap saat meludahi beliau setiap akan pergi ke masjid tidak ada. Sesampainya di masjid Rasulullah Saw menanyakan kepada para sahabat di mana orang itu berada. Lalu Rasulullah Saw memperoleh jawaban bahwa orang yang meludahi beliau jatuh sakit. Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah datang membesuk orang tersebut dan mendoakan kesembuhan baginya. Akhirnya, orang tersebut kemudian menyatakan diri sebagai Muslim.
Contoh lain keluhuran perilaku Rasulullah adalah kisah seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah yang selalu menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Setelah Rasulllah Saw meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi Aisyah, anaknya yang juga isteri Rasulullah Saw. Sesampainya di rumah Aisyah, Abu Bakar bertanya kepada anaknya apa sunnah Rasulullah yang belum dikerjakan olehnya. Aisyah menjawab bahwa Rasulullah Saw setiap memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah. Abu Bakar pun bergegas menuju pasar Madinah menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Namun, karena ingin mengikuti sunnah Rasulullah Saw, Abu Bakar tetap memberi makan Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya. Namun alangkah kaget Abu Bakar karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata, “Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan”. Kemudian Abu Bakar berkata kepada pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang bisa memberinya makan tiap hari telah tiada. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari adalah Rasulullah Saw. Betapa terkejut Yahudinya tersebut mengetahui bahwa orang yang menyuapinya adalah Rasulullah Saw; orang yang setiap hari dijelek-jelekkannya. Akhirnya pengemis Yahudi buta itu masuk Islam.
Dua peristiwa di atas adalah sekelumit contoh bagaimana ampuhnya kepribadian mulia menarik minat seseorang untuk hidup di bawah naungan ajaran Islam. Karena itu, kepribadian yang baik patut dikedepankan oleh setiap da’i demi tercapainya kesuksesan dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam seperti yang dilakukan Rasulallah Saw. Oleh karena itu di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Demikianlah ajaran dari Yang Mulia Rasulullah SAW kepada umat beliau SAW, supaya umat beliau SAW meneladani dan mencontoh sunnah-sunnah beliau SAW. Dengan melalui kekuatan akhlak beliau SAW, pada akhirnya beliau SAW mampu merubah kondisi kaum kuffar Quraisy yang diliputi oleh kejahiliyahan menjadi kaum yang tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Maka tak heran apabila ajaran untuk mewarnai kehidupan umatnya dengan akhlaqul karimah telah menjadi bagian dari ajaran pokok Rasulullah SAW. Sehingga di dalam sebuah riwayat hadits disebutkan:
 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi )
Karena Rasulullah SAW merupakan Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, maka ajaran cinta, kasih dan sayang juga harus terimplementasi dengan benar dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sebab dibangkitkannya Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Dan salah satu bukti dari kesempurnaan akhlak adalah orang-orang beriman harus mampu menjadikan keberadaan dirinya sebagai rahmat bagi sesama umat maupun umat yang lain.
Dimanapun mereka berada, maka mereka harus mampu menjadi sumber kedamaian dan ketentraman dan bukan malah menjadi ancaman dan teror bagi yang lainnya. Hal inilah yang harus menjadi spirit dalam dakwah kita dan menjadi bagian dalam kehidupan kita sehingga apabila seluruh teladan dari Yang Mulia Rasulullah SAW telah mengambil warna dalam akhlak kita, Insya Allah kekuatan akhlaqul karimah akan dapat menjadi sumber kekuatan yang sangat efektif dalam proses dakwah kita.
2.      Urgensi kepribadian Da’i dalam dakwah
Kepribadian seorang da’i merupakan salah satu hal terpenting dalam dakwah, kepribadian yang baik haruslah senantiasa dimiliki oleh seorang da’i. Adapun akhlak dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para da’i, seperti yang dijelaskan Allah SWT di dalam banyak ayat di dalam beberapa tempat di dalam kitab-Nya yang mulia.
Diantaranya adalah :
Pertama : Ikhlas. Wajib bagi setiap da’i untuk mengikhlaskan diri kepada Allah SWT, bukan karena keinginan untuk riya’ (pamer supaya dilihat orang) dan sum’ah (pamer supaya didengar orang) dan bukan pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Hanya saja ia berdakwah kepada untuk mengharap ridha Allah SWT semata, Maka wajib bagi kita untuk mengikhlaskan diri kepada Allah SWT, dan hal ini merupakan akhlak yang paling penting dan sifat yang paling agung yang seharusnya kita gunakan di dalam dakwah kita, yang kita hanya mengharap ridha Allah.
Kedua : Dakwah juga harus dengan ilmu, karena ilmu itu merupakan kewajiban. Jauhilah berdakwah dengan kebodohan dan berkata-kata dengan sesuatu yang tidak kita ketahui. Sesungguhnya kebodohan itu akan menghancurkan tidak bisa membangun dan merusak tidak bisa membenahi.
Dakwah haruslah dengan bashiroh, yaitu ilmu. Maka wajib bagi penuntut ilmu dan da’i untuk menggunakan bashiroh ketika berdakwah dan mencermati apa yang ia dakwahkan dengan dalil-dalilnya. Apabila telah jelas baginya kebenaran dan ia mengetahui kebenaran maka hendaklah ia berdakwah menyeru kepadanya, baik itu berupa perbuatan untuk mengamalkan atau meninggalkan, yaitu berdakwah kepada pengamalan apabila merupakan ketaatan kepada Alloh dan Rasul-Nya, dan berdakwah kepada meninggalkan apa yang dilarang Alloh dan Rasul-Nya di atas petunjuk dan bashiroh.
Ketiga : Kita haruslah berlemah lembut dan ramah di dalam berdakwah dan bersabar sebagaimana sabarnya para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam. Sebagai seorang da’i hendaknya kita menjauhi sikap terburu-buru, bengis dan keras. Wajib bagi kita bersikap sabar, lemah lembut dan ramah di dalam dakwah. Seperti diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
Di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Ya Allah, siapa saja yang mengatur sesuatu dari urusan ummatku dan ia bersikap lemah lembut kepada mereka maka bersikap lemah lembutlah padanya dan siapa saja yang mengatur sesuatu dari urusan ummatku dan ia bersikap kasar kepada mereka maka bersikap kasarlah pada dirinya.” (HR. Muslim)
Maka wajib bagi kita untuk bersikap lemah lembut di dalam dakwah dan tidak bersikap kasar kepada manusia. Kita wajib bersikap ramah dan bersabar serta berkata dengan lembut, halus dan baik sehingga mempengaruhi hati mad’u dan menggerakan hati mereka untuk mengikuti apa yang kita serukan kepada mereka.
Termasuk akhlak yang paling penting dan paling agung yang harus dimiliki seorang da’i adalah ia harus mengamalkan apa yang ia dakwahkan dan meninggalkan apa yang ia larang. Karena Allah sangatlah membenci orang yang menyampaikan kebaikan dan melarang kemunkaran tetapi dirinya tidak melakukan kebaikan tersebut. Sebagaimana firmannya:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS ash-Shaaf : 2-3)
Hendaklah seorang da’i menjadi orang yang berakhlak mulia dan berperangai terpuji, yang sabar dan senantiasa menjaga kesabarannya, yang ikhlas di dalam dakwahnya dan bersungguh-sungguh di dalam menyampaikan kebaikan kepada manusia dan menjauhkan mereka dari kebatilan, disamping itu juga mendoakan hidayah bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar